Laporan Praktikum Makro BAB II


BAB II
TINJAUAN KONSEPTUAL

2.1. TINJAUAN TENTANG PENGEMBANGAN MASYARAKAT.
2.1.1. Pengertian Masyarakat
Dalam bahasa Inggris masyarakat disebut “society”, asal katanya socius yang berarti kawan, adapun kata masyarakat berasal dari bahasa Arab, yaitu “Syirk”, artinya bergaul. Adanya pergaulan karena terdapat bentuk-bentuk aturan hidup, yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai perseorangan, melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan.
Menurut Mac Iver, J.L. Gillin, dan J.P. Gillin bahwa masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu, yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Masyarakat disebut pula kesatuan sosial, mempunyai ikatan-ikatan kasih sayang yang erat.
Mitford (1980) dalam bukunya menuliskan masyarakat adalah sebuah dunia kecil dimana kita saling mengenal satu dengan yang lain, adanya saling ketertarikan di antara anggota masyarakat dan membiarkan orang lain tertarik kepada kita (An Introduction to Community Work, Fred Milsan, hal 2).
PBB mengemukakan pengertian masyarakat sebagai berikut:
“ Masyarakat sebagai suatu kelompok yang mengadakan kontak secara langsung (face to face) telah dipersatukan atau diikat oleh nilai-nilai serta objektifitas masing-masing dengan suatu keselarasan dasar (basic harmony) dalam hal minat dan aspirasi.”  (PBB, 1971: 12).

Menurut Tonies, masyarakat dapat digolongkan sebagai berikut:
a.)    Place community (locallity)
Jenis masyarakat ini terbentuk oleh dasar habitat dan pemikiran kekayaan bersama, atau oleh dasar geografik dan keruangan (spasial) bersama.

b.)   Non-place community (mind communities)
Dasar utamanya adalah kegiatan-kegiatan kerjasama yang berorientasi guna mencapai tujuan-tujuan bersama tanpa terikat oleh tempat.
c.) Kinship.
Terbentuk karena hubungan darah, masyarakat ini sering disebut juga extended family dan primary group.
d.) Gemeinschaft community
Terbentuk didasari oleh implicit bond yang menyatukan segenap anggota masyarakat satu sama lain. Kesatuan ini mencakup nilai-nilai serta keyakinan dan kepercayaan bersama, saling ketergantungan, saling menghormati serta kesadaran hierarki kedudukan atau status.
e.) Gesselschaft community
Didasari oleh ikatan (bond) yang diatur atau dinyatakan formal dan ekplisit. Anggota-anggotanya berhubungan satu sama lain melalui hubungan-hubungan peranan yang tersusun secara formal di dalam institusi-institusi.

2.1.2. Masyarakat sebagai sasaran praktikum makro
Masyarakat sebagai sasaran praktikum makro, didefinisikan oleh Cary (1970) sebagai berikut:
“... menunjuk kepada manusia yang menempati ruang (spasial) atau wilayah yang saling berhubungan satu sama lainnya dan saling bergaul dan berbagi nilai-nilai tertentu. Komunitas tadi dapat berbentuk perkotaan, kota kecil di pedalaman, kota besar, kabupaten, wilayah maupun bentuk-bentuk lainnya yang membentuk unit tertentu”

            Cary tidak menunjuk posisi geografik sebagai ciri umum dari sebuah komunitas, namun jika dikaitkan dengan pengembangan masyarakat sebagai sebuah pendekatan, tidak diragukan bahwa konteks dari penerapan pengembangan masyarakat adalah masyarakat setempat (local community).
Satu hal yang perlu dikemukakan tentang konteks masyarakat setempat ini adalah bahwa sedikitnya terdapat dua pertimbangan kontekstual yang sangat mempengaruhi proses pengembangan masyarakat, seperti dikemukakan oleh Cary (1970):
“… wether the activity is part of a regional or national pln or distinctly local, and wether the community is located within a predominantly rural, preindustrial setting or an urban, industrial complex”.

Dengan kategorisasi kontekstual tentang konsep masyarakat tersebut, maka praktikum makro ini dapat diselenggarakan pada suatu masyarakat setempat dengan konteks seperti dikemukakan Cary terdahulu.

2.2. Konsep Pengembangan Masyarakat
Pengembangan masyarakat adalah salah satu metode pekerjaan sosial yang tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial.
Definisi pengembangan masyarakat dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah sebagai berikut:
“Community Development menunjukkan digunakannya berbagai pendekatan dan teknik dalam suatu program tertentu pada masyarakat-masyarakat lokal sebagai kesatuan tindakan dan mengusahakan perpaduan diantara bantuan yang berasal dari luar dengan keputusan dan upaya masyarakat lokal yang diorganisasi.” (Soetarso,1993:5)

Pengembangan Masyarakat memiliki sejarah panjang dalam literatur dan praktik pekerjaan sosial (Payne, 1995; Suharto, 1997).
 Menurut Johnson (1984), Pengembangan Masyarakat merupakan spesialisasi atau setting praktek pekerjaan sosial yang bersifat makro ( Macro Practice ). 

2.2.1. Perspektif Pengembangan Masyarakat
Secara perspektif teoritis, pengembangan masyarakat dapat di katakan sebagai sebuah pendekatan pekerjaan sosial dari dua perspektif yang berlawanan, yakni aliran kiri (sosialis marxis) dan kanan(kapitalis demokratis) dalam spektrum politik. Dewasa ini, terutama dalam konteks menguatnya sistem ekonomi pasar bebas dan swatanisasi kesejaheteraan sosial, pengembangan masyarakat semakin menekankan pentingnya swadaya dan keterlibatan informal dalam mendukung strategi penanganan kemiskinan dan penindasan mau
pun dalam memfasilitasi partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
Twelvetrees, (1991) membagi perspektif teoritis pengembangan masyarakat ke dalam dua bingkai yakni pendekatan profosional dan pendekatan radikal.
1.) Pendekatan profosional pada upaya-upaya untuk meningkatkan kemandirian memperbaiki sistem pemberian pelayanan dalam kerangka relasi-relasi sosial. Sementara itu, berpijak pada teori struktural neomarxis, feminisme dan analisis anti rasis,
2.) Pendekatan radikal lebih terfokus pada upaya mengubah ketidak seimbangan relasi-relasi sosial yang ada melalui pemberdayaan kelompok-kelompok lemah, mencari sebab-sebab kelemahan mereka,serta menganalisis sumber-sumber ketertindasannya.
Sebagaimana di ungkapkan oleh Payne(1995:166).
“ this is the type of approach which supports minority ethiccommunities, for example, in drawing attention to inequalities in service provision and power which lie behind severe deprivation.”
Pendekatan profosional dapat diberi lebel sebagai pendekatan yang bermatra tradisional netral dan teknikal. Sedangkan pendekatan radikal dapat di beri lebel sebagai pendekatan yang bermatra transformasional.

2.2.2. Community Development
Community development secara umum dapat didefinisikan sebagai  kegiatan pengembangan masyarakat yang diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat untuk mencapai kondisi sosial, ekonomi, budaya yang lebih baik apabila dibandingkan dengan sebelum adanya kegiatan pembangunan. Sehingga masyarakat di tempat tersebut diharapkan menjadi lebih mandiri dengan kualitas kehidupan dan kesejahteraan yang lebih baik.
Program Community Development memiliki tiga karakter utama yaitu berbasis Masyarakat (community based), berbasis sumber daya setempat (local resource based) dan berkelanjutan (sustainable).
Dua sasaran yang ingin dicapai yaitu: sasaran kapasitas masyarakat dan sasaran kesejahteraan. Sasaran yaitu dapat dicapai melalui upaya pemberdayaan (empowerment) agar anggota masyarakat dapat ikut dalam proses produksi atau institusi penunjang dalam proses produksi, kesetaraan (equity) dengan tidak membedakan status dan keahlian, keamanan (security), keberlanjutan (sustainability) dan kerjasama (cooperation), kesemuanya berjalan secara simultan.


Community Development Surjadi yaitu:
“Pembangunan masyarakat sebagai suatu proses dimana anggota-anggota masyarakat menentukan keinginan mereka, merencanakan dan mengerjakan bersama untuk memenuhi keinginan mereka.” (Surjadi,1979:17)
Community Development sebagai gerakan hampir sama dengan Social Action karena dalam gerakannya mengandung unsur penyadaran diri masyarakat agar mereka mau mengubah dirinya sendiri secara terorganisasi dan terinternalisasi.

2.2.3. Tujuan Pengembangan Masyarakat
Menurut Robin and Rubin, Community Development mempunyai beberapa tujuan, yaitu sebagai berikut:
a.) Meningkatkan kualitas hidup melalui pemecahan berbagai masalah. Kualitas hidup merupakan segala aspek yang dibutuhkan orang untuk hidup seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, akses terhadap sistem sumber, dan sebagainya.
b.) Mengurangi tingkat kesenjangan sosial yang disebabkan oleh berbagai hal. Kesenjangan sosial bisa disebabkan oleh kemiskinan, perlakuan yang berbeda atas ras, dan perlakuan yang berbeda atas gender.
c.) Menciptakan nilai-nilai demokrasi. Nilai-nilai demokrasi merupakan bagian dari proses pengorganisasian masyarakat dan sebagai hasil dari pengembangan masyarakat.
d.) Memberikan kesempatan pada setiap orang untuk mencapai apa yang mereka inginkan dan mengembangkan potensi-potensi mereka secara individual.
e.) Mencipatakan adanya ‘Sense of Community’ sehingga setiap individu merasa menjadi bagian dari masyarakat yang lebih luas secara keseluruhan.

2.2.4. Model-Model Pengembangan Masyarakat
Jack Rothman (1968) dalam Three Model of Community Organization Practice (1968), mengembangkan tiga model yang berguna dalam memahami konsepsi tentang Pengembangan Masyarakat:

1.) Pengembangan Masyarakat Lokal (Locality Development)
Pengembangan masyarakat lokal adalah proses yang ditujukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri.
Menurut Selzenik, Locality Development mempunyai karakteristik mutuality, identity, pluralitas, dan anatomy. Dalam Locality Development masyarakat mampu menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri dengan menggunakan potensi-potensi lokal yang ada di masyarakat tersebut.
Tujuan Locality Development adalah mengarah pada proses goal yaitu untuk memperbaikai sistem atau peningkatan kemampuan sistem.

2.) Perencanaan Sosial (Social Planning)
Perencanaan sosial di sini menunjuk pada sebagai proses pragmatis untuk menentukan keputusan dan menetapkan tindakan dalam memecahkan dan sekaligus mencegah timbulnya kembali masalah-masalah sosial tertentu yang ada di masyarakat. Perencanaan sosial lebih berorientasi pada tujuan tugas (task goal).
Sistem klien perencanaan sosial umumnya adalah kelompok-kelompok masyarakat yang kurang beruntung(disadvantaged groups) atau kelompok rawan sosial-ekonomi.
Pekerja sosial berperan sebagai perencana sosial yang memandang mereka sebagai konsumen atau penerima pelayanan (beneficiares).

3.) Aksi Sosial (Social Action)
Aksi sosial biasanya timbul karena adanya pihak-pihak di masyarakat yang dirugikan oleh pihak tertentu  lainnya.
Tujuan dan sasaran utama aksi sosial adalah perubahan-perubahan fundamental dalam kelembagaan dan struktur masyarakat melalui proses pendistribusian kekuasaan, sumber, dan pengambilan keputusan. Pendekatan ini didasarkan pada pandangan bahwa masyarakat adalah suatu sistem klien yang seringkali korban ketidakadilan struktur.
Masyarakat diorganisir melalui proses penyadaran, pemberdayaan dan tindakan-tindakan aktual untuk mengubah struktur kekuasaan agar lebih memenuhi prinsip demokrasi,kemerataan (equality),dan keadilan (equity).
Kegiatan praktikum ini menggunkan konsep Locality Development yang melibatkan warga sekitar untuk mengkaji dan mengoptimalkan potensi yang ada di masyarakat tempat kegiatan praktikum. Melalui konsep ini masyarakat dapat menentukan sendiri solusi dari permasalahan yang dihadapinya.  Tujuannya adalah mengarahkan masyarakat dalam mencapai target yang dikehendakinya.  Dengan dibantu konsep perencanaan sosial (Social Planning)  pekerja sosial dan masyarakat sama-sama merencanakan langkah-langkah pemecahan masalah yang ada disekitarnya dan menentukan kelompok sasaran untuk melaksankan intervensi.

2.2.5. Prinsip-Prinsip Pengembangan Masyarakat
Jim Ife dalam bukunya yang berjudul Community Development (1995), mengemukakan prinsip-prinsip pengembangan masyarakat antara lain sebagai berikut:
a.)    Integrated Development (pembangunan yang terintegrasi)
Pembangunan sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, lingkungan dan spiritual. Kesemuanya merupakan aspek-aspek yang mewakili kehidupan masyarakat. Oleh karena itu pembangunan masyarakat harus meliputi ke enam aspek tersebut.
b.) Confronting Structural Disadvantage (menghadapi struktur yang merugikan)
Kegiatan pengembangan masyarakat harus memastikan bahwa mereka tidak memperkuat bentuk-benruk dari tekanan struktural seperti kelas, gender dan ras atau etnik.
c.) Human Rights (Hak-hak manusia)
Hak-hak manusia merupakan faktor yang penting dalam pekerjaan pengembangan masyarakat baik dari arti negatifnya maupun dari arti positifnya.
d.) Sustainability (Berkelanjutan)
Prinsip berkelanjutan merupakan komponen penting dari pendekatan ekologi. Jika pengembangan masyarakat menjadi bagian dari pembentukan sosial, ekonomi dan politik baru, pasti struktur dan proses akan berkelanjutan
e.) Empowerment (Pemberdayaan)
Empowerment seharusnya menjadi tujuan dari semua pengembangan masyarakat. Pemberdayaan berarti menyediakan sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keahlian untuk meningkatkan kapasitasnya untuk menghadapi hari depan untuk berpartisipasi dalam masyarakat.

f.) The Personal and The Political
Hubungan antara personal, political, individu, struktural atau masalah-masalah pribadi dan masalah-masalah umum merupakan komponen penting dari pengembangan masyarakat. Hal itu hanya jika hubungan ini membuat kebutuhan-kebutuhan manusia, masalah, aspirasi, derita dan penerimaan dapat diartikan ke dalam level kegiatan masyarakat yang efektif.
g.) Community Owneship
Dasar dari pengembangan masyarakat merupakan konsep dari kepemilikan masyarakat dan kunci prinsipnya adalah untuk memperluas kepemilikan masyarakat dan berusaha untuk menyusunnya dalam masyarakat yang tidak memilikinya.
h.) Self Reliance
Masyarakat ini berusaha untuk mencari kegunaan dari sumber-sumber apapun yang mungkin didapatkan daripada mengandalkan dukungan eksternal. Sumber-sumber tersebut meliputi finansial, teknik, natural dan manusia.
i.) Independence from The State
Pendekatan dalam pengembangan masyarakat harus dapat meminimalisir bantuan dana dari pemerintah, dana tersebut dapat diperoleh dari sumber lain.. jika pengembangan masyarakat tidak bergantung pada pemerintah maka kedudukannya akan lebih kuat sehingga dapat mengkritik pemerintah dan bebas dari intervensi pemerintah.
j.) Immediate Goals and Ultimate Visions
Bagi pengembangan masyarakat, kedua elemen tersebut sangat penting, sehungga perlu untuk mempertahankan keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang.
k.) Organic Development
Pengembangan organik berarti hal-hal dan nilai-nilai bagian dari atribut masyarakat dapat mendorong pengembangan masyarakat dan melakukannya dengan cara-cara yang unik, melalui suatu pengertian dari hubungan kompleks antara masyarakat dan lingkungannya.
l.) The Pace of Development
Konsekuensi dari pengembangan organik adalah masyarakat itu sendiri  yang harus menentukan langkah-langkah pada saat pengembangan berlangsung. Upaya untuk mendorong pengembangan suatu masyarakat yang tergesa-gesa bisa berakibat fatal, masyarakat akan kehilangan rasa memiliki atau bertanggung jawab dalam proses tersebut. Pengembangan masyarakat akan berhasil atau bergerak dengan kecepatan aatau langkah dari komunitas itu sendiri.
m.) External expertise
Prinsip-prinsip ekologi dari keberagaman penekanan-penekanan bahwa tidak ada satu cara penyelesaian dan tidak hanya satu jawaban yang berlaku pada setiap masyarakat.
n.) Comunity Building
Semua pengembangan masayarakat harus bertujuan atau menuju pada pembangunan masyarakat. Pembangunan masyarakat melibatkan penguatan dari social interaksi dalam masyarakat, mempersatukan orang-orang dan membantu mereka.
o.) Process and Outcome
Tekanan antara proses dan hasil telah menjadi isu utama dalam pekerjaan komunitas. Sebuah pendekatan yang kaku cenderung menekankan pada hasilnya. Yang paling penting adalah hasil yang telah tercapai dan bagaimana proses dianggap kurang penting.
p.) The Integrity Of Process
Proses yang digunakan dalam pengembangan masayrakat sama pentingnya dengan hasilnya, dan dalam segala sudut pandang dalam melihat hasil tujuan,. Integritas dari proses adalah bertujuan untuk menjamin peningkatan pengembangan masyrakat.
q.) Non-violence
Prinsip tanpa kekerasan tidak hanya mentiadakan kekerasan fisik antara orang-orang. Ide atau gagasan dari kekerasan terstruktur secara tidak langsung menggambarkan bahwa struktur social dan institusi-institusi dari mereka sendirilah yang menentukan kekerasan tersebut.
r.) Inclusiveness
Mengaplikasikan prinsip dari keterlibatan kepada community development memerlukan proses yang selalu melibatkan daripada tidak melibatkan, semua orang pada hakikatnya dihargai walaupun mereka mempunyai pandangan yang berbeda dan perlu diberikan kepercayaan untuk berubah tanpa harus malu.
s.) Consensus
Kesepakatan dilakukan dalam melakukan perjanjian dan bertujuan untuk mencapai suatu solusi yang mana seluruh kelompok akan mempunyai rasa memiliki. Ini adalah dampak dari prinsip tanpa kekerasan dan keterlibatan.
t.) Co-operation
Pada lapisan dasar, pengembangan masyarakat bisa untuk membangun kerjasama kegiatan masyarakat dengan mempersatukan orang secara bersama-sama dan menemukan solusi secara bersama-sama pula.
u.) Participation
Pembangunan masyarakat harus selalu bisa mencari cara untuk memaksimalkan partisipasi dengan tujuan semua orang dapat terlibat secara aktif.
v.) Defining Need
Merupakan hal yang paling penting dalam menekankan dari pentingnya pendeskripsian kebutuhan dalam pengembangan masyarakat.

2.3. Definisi Pekerjaan Sosial
Pekerja dalam bahasa asing dikenal dengan nama Social Worker adalah sebuah istilah yang merujuk kepada sebuah profesi pertolongan kemanusiaan yang tujuan utamanya untuk membantu individu, keluarga, kelompok dan masyarakat agar dapat berfungsi sosial. Berfungsi sosial menunjuk pada kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan fisik, psikis, dan sosial dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan sesuai dengan peran dan fungsi sosialnya (Suharto, 1997).
Pekerjaan sosial hanyalah salah satu profesi dari sejumlah profesi yang membantu manusia untuk mewujudkan atau mencapai kesejahteraan. Untuk memahami profesi ini perlu lebih dulu dikemukakan definisi pekerjaan sosial.
Dari berbagai literatur didapati beberapa definisi pekerjaan sosial sebagai berikut :
Werner W. Boehm mengemukakan definisi pekerjaan sosial sebagai :
“social work seeks to enhance the social functioning of individual, singly and in group, by activities focused upon their social relationship which constitute the interaction between man and hisi enviroment”


Definisi pekerjaan sosial menurut Undang-undang No 6 Tahun 1974 adalah semua keterampilan teknis yang dijadikan wahana bagi pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial.
Sedangkan definisi pekerjaan sosial menurut NASW adalah :
social work is the professional activity of helping individuals, groups and communities enhance or restore their capacity for social functioning and creating societal conditional favorable to that goal”

2.3.1. Intervensi Pekerjaan Sosial
Intervensi pekerjaan sosial adalah aktivitas profesional pekerjaan sosial yang ditujukan kepada orang baik secara individu, kelompok, maupun masyatakat, baik yang bersifat residual ataupun institusional, baik developmental-edukatif maupun preventif yang dilandasi oleh seperangkat ilmu pengetahuan dan keteramoilan serta kode etik profesi. (intervensi yg dihubungkan dg comdev)

2.3.2. Sistem Sumber Pekerjaan Sosial
Proses intervensi pekerjaan sosial dalam upaya memberikan bantuan kepada klien, apapun masalah yang dihadapi klien, serta pendekatan dan metode pekerjaan sosial yang digunakan pekerjaan sosial harus mempertimbangkan sistem sumber sebagai media dalam proses pertolongan profesionalnya.
Sistem sumber menurut Kasni (1987) adalah sumber-sumber yang ditangani dan dieksploitasi untuk memperoleh daya guna mengatasi sesuatu kebutuhan dari masyarakat. Sedangkan Max Siporin mengatakan bahwa:
“Sistem sumber adalah hal yang sangat penting, saat menjadi cadangan atau saat ini, ia yang dapat menggerakkan dan membuatnya berfungsi, menemukan suatu kebutuhan atau memecahkan masalah” (dalam Dwi Heru Sukoco, 1995 : 360).
Soetarso (1995 : 2-3) membagi sistem sumber menjadi 3 bagian, yaitu:
1.) Sistem sumber informal atau alamiah,
yaitu bantuan yang diperoleh orang dari sistem sumber informal dapat berupa dukungan emosional, kasih sayang, nasehat, informasi serta pelayanan-pelayanan yang sifatnya lebih nyata dari keluarga, kerabat, rekan atau lingkungan tetangga. Sistem sumber ini juga dapat digunakan untuk merintis jalan bagi penggunaan kedua sistem sumber lainnya.
2.) Sistem sumber formal
 adalah keanggotaan dalam organisasi tertentu yang sifatnya formal dan bertujuan untuk meningkatkan minat-minat anggotanya. Contoh sistem sumber ini adalah serikat buruh, perhimpunan orang tua yang anaknya menderita cacat dan organisasi profesional.
3.) Sistem sumber kemasyarakatan
adalah lembaga-lembaga yang didirikan oleh pemerintah ataupun swasta yang memberikan pelayanan kepada semua orang, misalnya sekolah, rumah sakit, lembaga bantuan hukum serta badan-badan sosial lainnya. Di dalam kehidupan, seorang warga masyarakat dapat terkait pada beberapa sistem sumber kemasyarakatan pada suatu saat tertentu.

2.3.3. Pendekatan Pekerjaan Sosial
1.) Dualistic Approach
Pendekatan ini di dasari asumsi bahwa “ masalah yang dihadapi manusia adalah hasil interaksi sosial manusia (penyandang masalah) dengan lingkungannya”. Oleh karena itu, pemecahan masalah harus diawali dengan memandang manusia dan lingkungannya sekaligus, dan pemecahan masalah harus dilakukan terhadap penyandang masalah dan lingkungannya sekaligus.
2.) holistic Approach/Comprehensive Approach
Pendekatan ini di dasari asumsi bahwa “setiap maslah yang dihadapi manusia tidak pernah berdiri sendiri atau tunggal”, artinya satu masalah terkait dengan masalah lain atau mencakup beberapa aspek /dimensi manusia. Oleh karena itu, pemecahan satu masalah harus di ikuti dengan pemecahan masalah lain yang terkait atau menyeluruh atau secara luas.

2.3.4. Sistem-Sistem Dasar Pekerjaan Sosial
Sistem-sistem dasar pekerjaan sosial atau 4 sistem dasar peksos dapat dikatakan sebagai penjabaran dari pendekatan dualistik dan sekaligus pendekatan holistik/comprehensif. Jika dianalogikan dengan bidang kedokteran, pekerja sosial yang sedang membantu memecahkan masalahnya, ibarat dokter yang sedang menangani/menyembuhkan penyakit pasiennya. Pasien dalam pekerja sosial disebut klien, sedangkan pekerja sosial disebut pelaksana perubahan.
Sesuai dengan asumsi dasar bahwa satu masalah yang dihadapi orang pati melibatkan atau terkait dengan interaksinya dengan lingkungannya, artinya masalah itu hasil interaksi keduanya. Oleh karena itu keduanya harus diberi perlakuan.
Masalah manusia selalu multidimensional atau kompleks, artinya mencakup/melibatkan aspek lain. Ronald. R Warren dalam Soetarso (1995:44-53) mengemukakan 4 sistem dasar  pekerjaan sosial yaitu :
1.) Sistem pelaksana perubahan (Change Agent System)
Pelaksana perubahan ini adalah sekelompok orang, baik profesional maupun nonprofesional, di dalam atau di luar sistem sosial, yang tugasnya memberikan bantuan atas dasar keahlian yang berbeda-beda dan bekerja dengan sistem yang berbeda ukurannya, yang berusaha untuk mengadakan perubahan di dalam lingkungan sistem itu
2.) Sistem Klien (The Client System)
Orang (perseorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat) yang disamping menjadi penerima bantuan juga merupakan sistem yang meminta bantuan.
3.) Sistem Sasaran (The Target System)
Sistem sasaran adalah orang-orang yang dijadikan sasaran perubahan atau pengaruh, agar tujuan dapat dicapai.
Pekerja sosial dapat menghadapi beberapa sasaran untuk mencapai berbagai tujuan. Tugas-tugas yang dilaksanakannya akan tergantung dari beberapa faktor, yaitu:
(a) Tujuan-tujuan yang akan dicapai,
(b) Pemisahan atau tumpang tindih antara sistem klien, sarana dan pelaksana perubahan,
(3) Persepsi sistem ini terhadap usaha-usaha perubahan yang dilakukan oleh pekerja sosial, dan
(4) Reaksi-reaksi mereka terhadap usaha perubahan.
4.) Sistem Kegiatan (The Action System)
Sistem kegiatan dipergunakan untuk menunjukan orang-orang yang bersama-sama bekerja dengan pekerja sosial berusaha untuk menyelesaikan tugas-tugas dan mencapai tujuan-tujuan usaha ke arah perubahan. Di dalam setiap situasi atau masalah, pekerja sosial dapat bekerja dengan beberapa sistem kegiatan yang berbeda-beda untuk menyelesaikan berbagai tugas dan mencapai beberapa jenis tujuan.

2.3.5. Konsep Pengetahuan yang Harus dimiliki Pekerja Sosial
   Kosep-konsep pengetahuan pekerja sosial perlu dipelajari sebelum melakukan  kegiatan praktikum makro. Karena konsep-konsep tersebut mempelajari keterampilan bagaimana cara menghadapi masyarakat yang berbeda-beda karakter dalam melaksanakan proses intervensi.
NASW Tahun 1956 yang dikutip oleh Dwi Heru Sukoco (1993:78-79) merumuskan pengetahuan-pegetahuan yang harus dimiliki oleh Pekerja Sosial, meliputi:
a). Human Development and Behaviour, pengetahun ini menekankan pada cara individu secara keseluruhan dan melihat pengaruh orang lain dan lingkungan terhadap manusia, kondisi sosial, ekonomi dan kebudayaan,
b). Psikologi, dimana individu dapat memperoleh pertolongan dari orang lain dan sumber-sumber diluar dirinya,
c). Cara-cara berkomunikasi, bagaimana orang berkomunikasi dengan orang lain dan bagaimana mengekspresikan semua perasaan, baik melalui perkataan maupun melalui perbuatan,
d). Proses kelompok dan pengaruh kelompok terhadap individu maupun individu lain didalam kelompok,
e) Pemahaman dan pengaruh interaksi antara individu, kelompok dan masyarakat dengan kebudayaan-kebudayaan, yang meliputi keagamaan, kepercauyaan, nila-nilai spiritual, hukum dan lembaga-lembaga sosial yang lain,
f). Relationship, yaitu proses interaksi antar individu, antara individu dengan kelompok dan antara kelompok dengan kelompok,
g) Community, yang meliputi proses internal (proses di dalam komuniti), model-model pengembangan dan perubahan komuniti, pelayanan sosial dan sumber-sumber yang ada dalam komuniti,
h) Pelayanan sosial, struktur, organisasi dan metode-metode pekerjaan sosial,
i) Diri pekerja sosial sendiri (self), dimana pekerja sosial dapat mempunyai kesadaran dan tangggung jawab terhadap emosi dan sikap sebagai seorang profesional. Memahami tentang tugas perkembangan serta karakterisitik lansia, masalah-masalah yang sering dihadapi oleh lansia serta kebutuhannya.
Dari aspek pengetahuan (body of knowledge) saja kita sudah bisa melihat bahwa banyak hal yang harus dipahami dan diketahui oleh seorang pekerja sosial yang profesional, sebab menghadapi individu (lansia) dengan karaktek yang unik dengan sistem panti harus mampu menjalankan fungsi-fungsi pekerjaan sosial baik dalam fungsi pencegahan (preventif), fungsi rehabilitatif, maupun fungsi pendukung (support) dan fungsi pengembangan (developmental). Dibekali dengan kerangka nilai (body of value), seorang pekerja sosial profesional yang ada didalam PSTW harus paham dan mengindahkan segala nilai-nilai pekerjaan sosial, kode etik pekerjaan sosial, nilai-nilai kemanusiaan, serta nilai yang berlaku dan dipegang oleh klien.
Dwi Heru Sukoco (1993:88) mengemukakan beberapa nilai yang mempengaruhi pekerja sosial dalam melaksanakan tugasnya, yaitu:
a.)    nilai pribadi pekerja sosial (personal values)
b.)    nilai profesi pekerjaan sosial (profesion values)
c.)    nilai klien atau kelompok klien (the value of a client or client group)
d.)   nilai masyarakat (the values of larger society).
Seorang pekerja sosial barulah bisa dikatakan profesional apabila menguasai berbagai jenis keterampilan dalam bidang pekerjaan sosial. Keterampilan tersebut dalam bentuk kemampuan teknis dalam mengoperasikan salah satu atau lebih metode-motode pekerjaan sosial (Case work, group work, dan co/cd) serta paham penerapannya sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien.
Elemen keterampilan di dalam praktek pekerjaan sosial mempunyai dua keistimewaan, yaitu:
a). untuk menyeleksi metoda atau beberapa metoda guna menentukan apakah metoda tersebut dapat dipergunakan atau tidak.
b) bagaimana cara menggunakan metoda tersebut (Dwi Heru Skoco: 1993:109) Profesi pekerjaan sosial bukanlah sebatas pekerjaan amal (charity a work) ataupun pekerjaan yang sebatas dorongan kemanusiaan dan rasa iba (philantropy a work), tapi betul-betul sebuah profesi yang membutuhkan pemahaman secara konseptual, nilai serta keterampilan dalam kerja secara oprasional menolong klien.

2.3.6. Peran Pekerja Sosial Sebagai Community Worker
NASW mengemukakan 3 peranan Pekerja sosial dalam CommunityDevelopment, yaitu:
1.) Pemungkin (menciptakan kemungkinan)
Pekerja sosial sebagai seorang pemungkin, memberikan bantuan untuk menyusun  tujuan-tujuan dan prioritas-prioritas dengan suatu cara yang realistis serta memberikan bantuan untuk mengidentifikasikan teknik-teknik pelaksanaan  tindakan yang tepat.

2.) Perencana
Perencana bertindak untuk membantu masyarakat dalam membuat program mereka sendiri serta pengambilan keputusan-keputusan melalui upaya yang ditujukan untuk mempersiapkan mereka dengan pengetahuan praktis yang dibutuhkan.
3.) Pembela
Pekerja sosial sebagai seorang pembela berperan untuk mencapai tujuan-tujuannya melalui tindakan yang terorganisir di pihak ‘korban’ dari ketidakadilan atau di pihak mereka yang mempunyai kepentingan serta tanggung jawab terhadap tujuan-tujuan tindakan yang dilaksanakan.

2.4. Definisi Need Assesment
Definisi need assesment menurut Max Siporin (1975), yaitu:
Assessment adalah sustu proses dan hasil dari suatu pemahaman yang menjadi dasar bagi pelaksanaan kegiatan.
Dalam pengembangan masyarakat, kegiatan assessment dikenal dengan istilah Need Assessment (NA).
“Suatu proses pengkajian yang sistematik yang dilakukan oleh pekerjaan sosial dan profesi lainnya dalam mengevaluasi klien mereka yang meliputi aspek masalah, keberadaan sumber-sumber, solusi yang memungkinkan untuk dilakukan, serta berbagai hambatan dalam penyelesaian masalah di masyarakat” (Barker,1987).
Menurut Pharis, Siegel, Attkisson, dan Cohn bahwa Need Assessment juga merupakan bagian dari proses yang digunakan dalam perencanaan program pelayanan sosial.

2.4.1. Tujuan Need Assesment
Need Assessment bertujuan untuk mengetahui dan mengumpulkan kebutuhan-kebutuhan yang ada di masyarakat untuk selanjutnya kebutuhan mana yang harus diprioritaskan untuk dipenuhi atau dicari penyelesaiannya (Barker).
Sumber data yang dapat diketahui bisa diperoleh dari sensus , bisa dari data statistik pemerintahan setempat ataupun bisa kita dapat dari hasil interview dengan warga masyarakat, serta melalui riset.
Marti Costa dan Serrano-Gracia (1983) mengungkapkan tujuan dari adanya kegiatan Need Assessment ini adalah sebagai berikut:
a.) Menciptakan usaha kolektif untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada dan diakui serta diketahui oleh masyarakat itu sendiri.
b.) Tercapainya partisipasi individu dan kelompok dalam menganalisis dan mengkaji realitas sosial yang terjadi di masyarakat.
c.) Menciptakan organisasi yang bersifat grassroot yaitu organisasi yang kuat dan mengakar di masyarakat.

2.4.2 Tahapan Need Assesment
Menurut Marti Costa dan Serrano-Gracia (1983), Need Assessment mememiliki tahapan sebagai berikut:
a.)    Familiarisasi dengan masyarakat,
 yaitu dimulai dari memperhatikan masyarakat secara sungguh-sungguh mulai dari sejarahnya, strukturnya, sampai dengan saat proses dimana interviewer mulai memfasilitasi masyarakat dan masuk di dalam masyarakat tersebut. Familiarisasi ini meliputi pula identifikasi awal pada key person (orang-orang kunci) yang ada di masyarakat tersebut yang bisa diketahui melalui komunikasi informal (mengobrol dengan warga setempat) maupun melalui struktur yang ada di masyarakat.
b.)    Membentuk Core group
Core Group ini bertugas untuk merencanakan, mengkoordinasikan dan bertanggung jawab terhadap seluruh proses intervensi yang ada di dalam masyarakat. Karena core group ini terdiri dari sebagian besar warga setempat, maka diharapkan akan menciptakan suatu dialog yang efektif dan mereka akan punya komitmen yang tinggi untuk memajukan masyarakat mereka sendiri. Salah satu tugas penting dari core group ini adalah mengatur dan mengkoordinasikan kegiatan need assessment. Core group yang anggotanya meliputi key persons dan pelaksana perubahan.
c.)    Membentuk Task group
Task group yang anggotanya terdiri dari kelompok-kelompok kegiatan berdasarkan hasil need assessment. Pada tahap ini tujuan jangka panjang dan jangka pendek sudah mulai dirumuskan serta rencana kegiatan-kegiatan lainnya sudah mulai direncanakan. Pada tahap ini diadakan suatu pertemuan besar, dimana dalam pertemuan tersebut di bentuklah Task Group yang berdasarkan prioritas dari hasil Need Assessment.
d.) Melibatkan kelompok-kelompok baru. Kelompok-kelompok baru ini dibentuk apabila tujuan jangka pendek dan jangka panjang dari Task group telah tercapai.
Tahap awal kegiatan praktikum makro melakukan kegiatan familiarisasi dengan pejabat aparat tingkat Kecamatan, Desa/Kelurahan, hingga aparat dan tokoh masyarakat RW. Tujuan dari kegiatan ini adalah melakukan perijinana, perkenalan dan penjelasan maksud tujuan kegiatan praktikum. Melakukan kegiatan wawancara mengenai permsalahan dan potensi yang ada di tempat kegiatan praktikum dengan aparat desa serta tokoh – tokoh masyarakat sekitar.
 Dari hasil wawancara tersebut akan menghasilkan benang merah permasalahan dan potensi yang ada di lingkungan masyarakat sekitar serta rencana pelaksanaan intervensi awal melalui pemebentukan core group dengan mengidentifikasi tokoh masyarakat yang berpengaruh  dilingkungan sekitar. Core group ini merupakan kelompok yang akan melakakukan koordinasi dengan praktikan sebagai pihak yang mengarahkan pelaksanaan kegiatan praktikum.Praktikum dan core groub bersama-sama melakukan pemebentukan task group sebagai kelompok sasaran dari hasil Need Assessment.
Task group merupakan pihak yang akan bekerja sama dengan praktikan didalam kegiatan praktikum untuk melaksanakan program pengembangan masyarakat dilingkungan masyarakat sekitar. Task group ini sebagai pihak pelaksana teknis dilapangan. Parktikan bersama task group merencanakan agenda kegiatan pengembangan masyarakat dengan menyusun target jangka panjang dan jangka pendek. Setelah tercapai task group dapat membentuk atau melibatkan kelompok-kelompok baru dalam kegiatan program. 

2.5. Participatory Rural Appraisal (PRA)
Definisi secara harfiah PRA dapat diartikan sebagai penilaian dan pengkajian (keadaan) desa secara patisipatif. Dengan demikian metode PRA adalah cara yang digunakan dalam melakukan kajian untuk memahami keadaan atau kondisi desa dengan melibatkan patisipasi masyarakat.
PRA ini adalah sekumpulan teknik dan alat yang mendorong masyarakat Pedesaan untuk turut serta meningkatkan dan menganalisa pengetahuannya mengenai hidup dan kondisi mereka sendiri, agar mereka dapat membuat rencana dan tindakan. ( Chambers ).

2.5.1. Prinsip-prinsip Participatory Rural Appraisal (PRA)
Prinsip-prinsip PRA antara lain sebagai berikut:
1.)    Prinsip yang mengutamakan yang terabaikan (keberpihakan)
2.)    Prinsip pemberdayaan (penguatan) masyarakat
3.)    Prinsip masyarakat sebagai pelaku, orang luar sebagai fasilitator
4.)    Prinsip saling belajar dan menghargai perbedaan
5.)    Prinsip santai dan formal
6.)    Prinsip triangulasi
7.)    Prinsip mengoptimalkan hasil
8.)    Prinsip orientasi praktis
9.)    Prinsip keberlanjutan dan selang waktu
10.) Prinsip belajar dari kesalahan
11.) Prinsip terbuka.

2.5.2. Visi dan Tujuan Participatory Rural Appraisal (PRA)
Visi dari PRA adalah perubahan sosial dan pemberdayaan masyarakat agar ketimpangan yang diakibatkan oleh pembangunan biasa ditiadakan atau dikurangi.
Metode PRA dikembangkan dengan dua tujuan utama:
a.) Tujuan praktis (tujuan jangka pendek)
Menyelenggarakan kegiatan bersama masyarakat untuk mengupayakan pemenuhan kebutuhan praktis dan peningkatan kesejahteraan masyrakat, sekaligus sebagai sarana proses belajar tersebut.
b.) Tujuan strategis (tujuan jangka panjang)
Adalah membawa visi PRA, yaitu mencapai pemberdayaan masyarakat dan perubahan sosial melalui pengembangan masyarakat dengan menggunakan pendekatan pembelajaran.  

2.5.3. Teknik-teknik Participatory Rural Appraisal (PRA)
a.) Pemetaan Desa
Pemetaan desa adalah teknik PRA untuk memfasilitasi masyarakat untuk mengungkapkan keadaan wilayah desa tersebut beserta lingkungannya sendiri. Hasilnya adalah peta atau sketsa keadaan sumberdaya umum desa atau peta dengan topik tertentu (peta topikal), sesuai dengan kesepakatan dan tujuannya, misalnya peta penyebaran penduduk.
Melakukan Pemetaan dilakukan dengan:
  • Pemetaan dapat dilakukan diatas tanah atau diatas kertas. Seringkali dipakai simbol-simbol dan peralatan yang sederhana seperti tongkat, batu-batuan dan biji-bijian.
  • Kalau dibuat di tanah, luasnya peta tidak terbatas, supaya banyakorang dapat berperan aktif dalam pelaksanaannya. Kalau digambar di tanah, hasilnya harus digambar kembali atas kertas agar hasilnya tidak hilang.
Tahapan dalam pelaksanaannya meliputi:
1.)    Sepakati tentang topik dan wilayah yang akan digambar.
2.)    Sepakati tentang simbol-simbol yang akan digunakan.
3.)    Menyiapkan bahan yang akan digunakan.
4.)    Gambarlah masyarakat, batas-batas wilayah dan beberapa titik tertentu(misal jalan,sungai,rumah ibadah,dsb.)
5.)    Melengkapi peta dengan detail-detail sesuai topik peta(umum atau topikal)
6.)    Diskusilah lebih lanjut tentang keadaa,masalah-maslah,sebabnya serta akibatnya.
7.)    Menyimpulkan apa yang dibahas dalam diskusi.
8.)    Pencatat mendokumentasikan semua hasil diskusi dan pembuatan peta secara jelas di kertas.

b.)   Kalender Musim
Kegiatan-kegiatan dalam daur kehidupan masyarakat desa sangat dipengaruhi siklus musim. Kalender musim menunjukkan perubahan dan perulangan keadaan-keadaan seperti cuaca, siklus tanaman, pembagian tenaga kerja, keberadaan hama dan penyakit dsb. Dalam satu kurun waktu tertentu (musiman). Hasilnya yang digambar dalam suatu kalender dengan bentuk matriks, merupakan informasi penting sebagai dasar pengembangan rencana program.
c.) Bagan Kecenderungan dan Perubahan
Bagan perubahan dan kecenderungan merupakan teknik PRA yang memfasilitasi masyarakat dalam mengenali perubahan dan kecenderungan berbagai keadaan, kejadian serta kegiatan masyarakat dari waktu ke waktu.
Tujuan dari bagan Perubahan dan kecenderungan ini adalah untuk mengenali berbagai perubahan pada berbagai bidang kehidupan dalam jangka waktu tertentu, serta melihat hubungan antar berbagai perubahan tersebut, untuk membaca arah kecenderungan umum dalam jangka panjang, dan menunjukan pandangan masyarakat tentang situasi yang telah, sedang, dan akan terjadi. Sedangakan manfaat dari bagan perubahan dan kecenderuangan ini dapat menganalisa berbagai topik dan mengakaji permasalahan, mengorganisasikan berbagai harapan masyarakat dan membantu masyarakat dalam menilai perubahan, serta menentukan rencana guna mengatasi mengantisipasi masalah.
Jenis informasi yang dapat digali dalam bagan perubahan dan kecenderuangan ini adalah informasi yang bersifat umum seperti aspek sosial, ekonomi, budaya dan lainnya. Sumber informasinya adalah dari warga masyarakat umum, tokoh masyarakat, sesepuh dan dari data sekunder.
d.) Diagram Alur
Diagram alur menggambarkan arus hubungan di antara semua pihak dan komoditas yang terlibat dalam suatu sistem. Pembuatan diagram alur memfasilitasi masyarakat dalam menganalisisa dan mengkaji suatu sistem, fungsi masing-masing pihak dalam sistem itu, termasuk ketergantungan.
e.) Bagan Hubungan Kelembagaan (Diagram Venn)
Diagram venn merupakan teknik yang bermanfaat untuk melihat hubungan  masayarakat dengan berbagai lembaga yang terdapat di desa dan lingkungannya. Diagram venn memfasilitasi diskusi masyarakat untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang berada di desa, serta menganalisa dan mengakiji perannya, kepentingan untuk masyarakat dan manfaat untuk masyarakat. Lembaga yang dikaji meliputi lembaga-lembaga lokal, lembaga-lembaga pemerintah dan  lembaga-lembaga swasta. Digram venn bisa sangat umum atau topikal; mengenai lembaga-lembaga tertentu saja.
f.) Analisa Kehidupan dan Mata Pencaharian
Analisa mata pencaharian memfasilitasi masyarakat dalam analisa tingkah laku keputusan-keputusan dan strategi-strategi pemenuhan kebutuhan rumah tangga pada karakteristik sosial ekonomi yang berbeda-beda.
Yang termasuk variabel-variabel analisis mata pencaharian meliputi:
-) komposisi dan ukuran rumah tangga
-) kepemilikan lahan
-) kepemilikan hewan ternak
-) sumber pendapatan
-) pengeluaran-pengeluaran
-) penggunaan waktu
Melakukan analisis kehidupan dan mata pencaharian:
Analisis mata pencaharian dilakukan di atas kertas, analisa mata pencaharian dapat dilakukan per kelompok( satu diagram yang memberikan gambaran umum pada desa) atau per individu (satu diagram per orang atau per keluarga).
Langkah-langkahnya meliputi:
-) identifikasi topik-topik mata pencaharian
-) menggambarkan satu buah bundaran per orang atau umum
-) menganalisa topik dan mengidentifikasi bagian-bagiannya
-) menentukan berapa besarnya masing-masing bagian dalam seluruhnya.
-) Membagi bundaran sesuai besarnya bagian masing-masing.
-) kalau semua peserta sudah selesai,diskusikanlah hasil kebenaran informasi tersebut
-)buatlah perubahan kalu dibutuhkan
-) mendiskusikan permasalahan dan potensi masing-masing yang muncul
-) pencatat mendokumentasikan semua hasil diskusi
-) melanjutkan dengan topik berikutnya

      g.) Matriks Rangking
Matriks rangking merupakan suatu teknik PRA yang sangat berguna dalam mengidentifikasi tingkat-tingkatan kesejahteraan disatu wilayah. Matriks rangking memfasilitasi masyarakat dalam  mengembangkan kriteria-kriteria terhadap kesejahtreraan masyarakat serta menilai perbedaan-perbedaan dalam kesejahteraan di wilayah mereka. Untuk lembaga teknik ini sangat berguna.
Melalui metode ini dapat diperoleh suatu gambaran tentang perbedaan kesejahteraan masyarakat dan dapat membantu lembaga untuk mengidentifikasi kelompok sasaran atau program. 

2.6 Kewirausahaan Sosial
Menurut definisi, wirausaha adalah suatu kegiatan yang dapat memberikan nilai tambah terhadap produk atau jasa melalui transformasi, kreatifitas, inovasi, dan kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga produk atau jasa tersebut lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat pengguna produk dan jasa (Prof. Raymond Kao, Nanyang Business School, Singapore 1999).
Kewirausahaan (entrepreneurship) berpengaruh terhadap kemajuan ekonomi bangsa. Singapura misalnya, menjadi negara yang maju karena prinsip-prinsip  entrepreneurship. Kewirausahaan Sosial (Social Entrepreneurship) adalah bagian yang tak terpisahkan dari Kewirausahaan Strategis (Strategic Entrepreneurship).
Hitt,Ireland&Hoskisson (2005) mengatakan bahwa Kewirausahaan Strategis (Strategic Entrepreneurship) yang biasanya dilakukan oleh perserorangan dan badan usaha adalah :
  • Mengambil langkah-langkah kewirausahaan dengan perspektif strategis.
  • Berperilaku menggiatkan pencarian kesempatan usaha dan keunggulan kompetitif.
  • Merencanakan dan mengimplementasikan strategi kewirausahaan untuk menciptakan keuntungan.
  • Usaha-usaha Kewirausahaan Strategis (Hitt,Ireland&Hoskisson: 2005) diatas harus didasari, didorong dan mempunyai tujuan pada beberapa faktor yaitu:
  • Cara berfikir kewirausahaan dari pendiri (founding father) organisasi atau badan usaha.
  • Mempunyai kelompok kerja untuk mengembangkan produk atau pelayanan.
  • Memfasilitasi inovasi dan integrasinya dengan menyebarkan nilai luhur dan kepemimpinan kewirausahaan.
  • Menciptakan nilai tambah melalui inovasi yang dilakukan

Recent Posts