Administrasi Pekerjaan Sosial

       Pada mulanya banyak orang menganggap, termasuk para Pekerja Sosial sendiri, bahwa Administrasi Pekerjaan Sosial (APS) tidak termasuk dalam konstelasi praktek pekerjaan sosial. Meskipun para pekerja sosial telah lama berkiprah dalam organisasi-organisasi kesejahteraan sosial, swasta maupun negeri, APS belum dipandang secara integratif oleh para pekerja sosial sebagai suatu metode dan pendekatan yang memiliki peranan penting dalam proses pertolongan profesional pekerjaan sosial. Namun demikian situasi ini mulai berubah secara dramatis pada tahun 1970-an. APS atau sering pula disebut Administrasi Kesejahteraan Sosial (AKS), mulai masuk ke dalam 'mainstream' metode dan teknik-teknik pekerjaan sosial (Patty, 1983).
       Terdapat dua pengertian yang seringkali diberikan terhadap istilah APS ini. Pertama, APS didefinisikan secara umum sebagai "usaha kerjasama yang terkoordinasi dan melibatkan semua anggota organisasi dalam proses perumusan tujuan, perencanaan, implementasi, perubahan dan evaluasi." APS diartikan sebagai aktivitas menyeluruh dalam suatu organisasi kesejahteraan sosial yang tujuan utamanya untuk mentransformasikan kebijakan sosial ke dalam pelayanan-pelayanan sosial. Kedua, APS didefinisikan secara khusus sebagai "suatu metoda praktek pekerjaan sosial". APS menunjuk pada proses intervensi sistematik yang terdiri dari tugas - tugas dan fungsi - fungsi serta aktifitas - aktifitas terkait lainnya yang dilaksanakan oleh petugas manajemen untuk memfasilitasi pencapaian misi dan tujuan organisasi. APS berkenaan dengan penerapan pengetahuan keterampilan dan nilai - nilai secara bertujuan dalam melaksanakan tugas - tugas seperti perumusan tujuan dan perencanaan program, mobilisasi dan pemeliharaan sumber, serta pengevaluasian hasil - hasil organisasi (Saari, 1977; Patty, 1983).
         Sebagai suatu metoda praktek, maka ciri khas APS adalah :
  1. Ditunjang oleh teori - teori administrasi dan organisasi umum serta teori - teori manajemen.
  2. Dikondisikan oleh tujuan - tujuan dan karakteristik manajemen kesejahteraan sosial.
  3. Diwarnai oleh teori-teori dan nilai - nilai pekerjaan sosial.
Karakteristik Organisasi Kesejahteraan Sosial
         Oragnisasi kesejahteraan sosial memiliki karakteristik tersendiri yang relatif berbeda dengan oraganisasi lain, misalnya dengan oragnisasi bisnis atau organisasi ekonomi. Karakteristik organisasi kesejahteraan sosial adalah:
  1. Produknya bukan barang (goods) yang bersifat tangible, melainkan pelayanan (service) yang bersifat intagible.
  2. Misi dan tujuan organisasi diwarnai oleh nilai - nilai pekerjaan sosial, bukan nilai - nilai ekonomi semata. Karenanya pelayanan yang dihasilkan senantiasa tidak bebas nilai (value free), melainkan sarat nilai (value ladden).
  3. Oragnisasi kesejahteraan sosial tidak bergerak di pasar ekonomi dan tujuan utamanya tidak mencari keuntungan (non profit oriented). Karenanya strategi pemasarannya berpijak pada prinsip "social marketing".
  4. Biaya produksinya umumnya bukan berasal dari klien secara langsung, melainkan dari biaya publik (anggaran negara, pajak, dll). Karenanya, harga yang dibayar klien seringkali bukan berbentuk uang yang secara langsung menyentuh faktor produksi. Harga produk pelayanan sosial dapat berbentuk: peningkatan pengetahuan, kesadaran, antusiasme, partisipasi.
  5. Standar untuk kerjanya (performance) bukan pada effisiensi, melainkan lebih pada effektifitas.
  6. Teknologinya bukan terletak pada mesin, melainkan pada manusia. Tanpa kehadiran mereka, tidak akan ada produk. "No man no product ". Dari 4 aspek teknologi, humanware, technoware, orgaware, infoware, manusialah (humanware) yang menentukan proses produksi oraganisasi. 
         Pertanyaan kita adalah: apakah karakteristik oragnisasi kesejahteraan sosial mempengaruhi fungsi - fungsi APS, sehingga fungsi 'adminstrasi' dalam pekerjaan sosial berlainan dengan fungsi adminitrasi dalam setting lainnya? 


Aspek Manusia dalam Administrasi Pekerjaan Sosial
         Sesuai dengan karakteristik di atas, maka aspek manusia memegang pernan penting didalam administrasi pekerjaan sosial. Meskipun hampir semua organisasi menggunakan baik sumber daya manusia maupun sumberdaya materi, setiap organisasi memiliki karakteristik sendiri. Barang dihasilkan oleh mesin, sedangkan pelayanan dihasilkan oleh manusia. Dalam organisasi ekonomi yang produk utamanya barang, misalnya, proses produksinya sangat dipengaruhi oleh kinerja mesin. Dalam organisasi kesejahteraan sosial dimana produknya utamanya adalah pelayanan, proses produksinya sangat bergantung pada kinerja manusia, dimana program - program pelayanan dirancang dan didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan klien. 
        Para petugas administrator dalam organisasi kesejahteraan sosial, baik yang memegang jabatan pimpinan maupun staf pada bidang tertentu, selain mengatur dan secara tepatguna menyentuh klien yang membutuhkannya. Oleh karena itu, para petugas administrator selain harus memiliki keahlian yang berkaitan dengan administrasi dan manajemen pelayanan juga dituntut untuk memiliki kemampuan dalam mengimplementasikan pengetahuan, keterampilan dan sikap - sikap profesional pekerjaan sosial.
        Pertanyaan kita adalah: apakah seorang petugas profesional dalam suatu oragnisasi kesejahteraan sosial sebaiknya merupakan seorang ahli pekerjaan sosial dengan tambahan pengetahuan mengenai administrasi, atau seorang ahli administrasi dengan tambahan pengetahuan tentang pekjerjaan sosial?


Isu-Isu Penting?
         Dewasa ini tengah terjadi transformasi global yang menyentuh sendi - sendi kehidupan masyarakat. Agar tidak tertelan oleh jaman, organisasi kesejahteraan sosial dan APS dituntut untuk menyesuaikan dengan kecenderungan perubahan yang terjadi.
      Menurut Topscot, Art dan Saston (1993), administrasi dan manajemen masa depan cenderung bergerak ke arah organisasi yang bersifat jaringan terbuka (the open networked organization). 
             David Osborne dan Gaebler dalam bukunya Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Goverment) : Mentransformasikan Semangat Wirausaha Ke Dalam Sektor Publik (1996) menulis sepuluh pesan yang berguna dalam meningkatkan kinerja lembaga pemerintahan. Dengan penyesuaian dan catatan di sana - sini, pesan - pesan tersebut dapat dijadikan acuan dalam mengelompokan APS dengan perkembangan masyarakat.

1. Streering rather than rowing. Lembaga seyogyanya menjadi pengarah dan penggerak ketimbang hanya menjadi pelaksana kegiatan itu sendiri.
2. Empowering rahther than serving. Lembaga seyogyanya lebih dapat memberdayakan klien daripada terus-menerus memberikan pelayanan kepada mereka.
3. Injecting compettion into service delivery. Lembaga seyogyanya dapat menyuntikan semangat kompetisi kedalam tubuh para petugas dan organisasi pelayanannya. 
4. Transforming rule-driven organizations. Lembaga seyogyanya memberi kebebasan dalam berkreasi, daripada mengaturnya dengan peraturan - peraturan dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan yang ketat.
5. Funding outcomes, not inputs. Strategi pembiayaan lembaga seyogyanya lebih berorientasi kepada hasil (outcomes) yang ingin dicapai, daripada terlalu memfokuskan kepada faktor masukan (inputs).
6. Meeting the needs of the custumer, not the bureaucracy. Lembaga seyogyanya lebih mementingkan terpenuhinya kepuasan penerima pelayanan, klien atau pelanggan (customer), daripada memenuhi kemauan birokrasi sendiri.
7. Earning rather than spending. Lembaga seyogyanya pandai mencari dana dan jangan hanya pandai membelanjakannya.
8. Prevention rather than cure. Lembaga seyogyannya mampu bertindak untuk mencegah masalah, daripada hanya menanggulanginya.
9. From hierarchy to participation and teamwork. Lembaga seyogyannya mampu menggeser pola kerja hierarki yang dianutnya ke model kerja partisipatif dan kerjasama.
10. Leveraging change through the market. Lembaga seyogyannya berorientasi kepada pasar, dan mampu mendongkrak perubahan lewat penguasaanya terhadap mekanisme pasar.
            Pertanyaan kita adalah mengingatkan organisasi kesejahteraan sosial merupakan 'organisasi sosial' dan bukan 'organisasi ekonomi', sejauh APS mampu menangkap kecenderungan-kecenderungan di atas?


Tugas dan Tanggungjawab Petugas Profesional 
                 Patty (1983: 34-36) menjelaskan tugas - tugas manajemen yang (harus) dilakukan oleh petugas profesional dalam suatu organisasi kesejahteraan sosial. Petugas profesional yang dimaksud di sini adalah administrator atau manajer dalam organisasi kesejahteraan sosial.
1. Perencanaan dan Pengembangan Program (planning and developing the program).   Petugas profesional harus mampu merencanakan dan mengembangkan program organisasi.  Program merupakan instrumen dengan mana organisasi kesejahteraan sosial mencapai misi       dan tujuannya. Rencana program pada dasarnya merupakan model untuk suatu tindakan, yang meliputi hasil yang ingin dicapai, pelayanan yang ingin diberikan, klien yang akan dilayani, serta sumber - sumber yang dibutuhkan.
2. Memperoleh Sumber - Sumber dan Dukungan Finansial (acquiriring financial resources and support). Salah satu tugas penting seorang petugas profesional adalah meperoleh masukan yang diperlukan untuk mendukung program dan pelayanan. Kiranya, tugas penting dalam hal ini adalah memperoleh sumber dan dukungan finansial yang memungkinkan. 
3. Merancang Struktur dan Proses Organisasi (designing organization structures and processes). Struktur organisasi merupakan spesifikasi formal yang mencerminkan otoritas, tanggung jawab, dan harapan-harapan. Struktur dan proses organisasi biasanya dikodifikasi dalam bentuk bagan, petunjuk pelaksanaan dan teknis, serta deskripsi kerja. Petugas fungsional harus mampu merancang struktur dan proses keorganisasian, baik yang bersifat rutin maupun kejadian-kejadian konterporer.
4. Mengembangkan dan Memelihara Kemampuan Staf (developing and maintaining staff capability).  Kualitas pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi kesejahteraan sosial sangat tergantung pada kemampuan intelektual, keterampilan, dan komitmen para staf. Petugas profeional harus mampu mengembangkan dan memelihara kemampuan dan kualitas staf. Misalnya, melalui penetapan kebijakan dan tujuan organisasi yang jelas, komunikasi efektif; pemberian kesempatan pada pekerja untuk berkreasi; pemberian kesempatan pada pekerja untuk berkreasi; pemberian on-the-job-supervision', 'in-service-training', pendidikan lanjutan; penyelenggaraan evaluasi kinerja, rotasi kerja; penugasan khusus; penciptaan iklim organisasi yang kondusif bagi kepuasan kerja, pemberian supervisi ahli dari luar. 

Recent Posts