Tinjauan Pustaka
2.1
Pelayanan
Publik
2.2.1 Pengertian Pelayanan Publik
Pelayanan publik
dapat diartikan sebagai kegiatan pelayanan yang dilakukan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan
penduduk atas suatu barang, jasa dan atas pelayanan administrasi yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang terkait dengan kepentingan publik.
Pelayanan publik merupakan tanggung jawab pemerintah baik pusat maupun daerah,
permasalahan umum pelayanan publik antara lain terkait dengan penerapan
prinsip-prinsip good governance yang
masih lemah seperti masih terbatasnya partisipasi masyarakat, transparansi dan
akuntabilitas baik dalam proses perencanaan, pelakasanaan atau penyelenggaraan
pelayanan maupun evaluasi. Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian
layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan
pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah
ditetapkan. Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada hakekatnya
adalah untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan
setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi
mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998). Karenanya birokrasi publik berkewajiban
dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan profesional.
Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik
tadi adalah merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai
abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik
dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara) dari suatu negara
kesejahteraan (welfare state).
Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan sebagai segala
bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat,
di Daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang
dan atau jasa baik dalam rangka upaya kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara
itu, kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu perkembangan yang sangat
dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, merupakan indikasi
dari empowering yang dialami oleh
masyarakat (Thoha dalam Widodo, 2001). Hal ini berarti masyarakat semakin sadar
akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk
mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat
semakin kritis dan semakin berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang
dilakukan oleh pemerintahnya. Dalam kondisi masyarakat yang semakin kritis
dalam berpikir, maka menjadi sebuah tantangan bagi birokrasi publik untuk dapat
memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif, sederhana,
transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus dapat
membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan
masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri (Effendi dalam
Widodo, 2001). Arah pembangunan kualitas manusia tadi adalah memberdayakan
kapasitas manusia dalam arti menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap
anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan krativitasnya untuk mengatur dan
menentukan masa depannya sendiri.
2.2.2
Jenis-Jenis
Pelayanan Publik
Pengelompokan jenis pelayanan
umum pada dasarnya dilakukan dengan melihat jenis jasa yang dihasilkan oleh
suatu institusi. Jasa itu sendiri menurut Kolter adalah setiap tindakan ataupun
perbuatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada
dasarnya bersifat tidak berwujud fisik (intangible)
dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Produksi jasa dapat berhubungan
dengan produk fisik maupun tidak.
Berdasarkan
definisi jasa sebagaimana dikemukakan di atas, Tjiptono menyimpulkan pendapat
berbagai ahli mengenai jenis-jenis jasa sebagai berikut:
i.
Dilihat dari pangsa pasarnya, antara lain:
1) jasa
kepada konsumen akhir
2) jasa kepada konsumen organisasional
ii.
Dilihat dari tingkat keberwujudannya (tangiblility), antara lain:
1) jasa
barang sewaan (rented goods service)
2) jasa barang milik konsumen (owned goods service)
3) jasa
untuk bukan barang (non goods service)
iii.
Dilihat dari keterampilan penyedia jasa, antara
lain:
1) pelayanan
profesional (professional service)
2) pelayanan
non profesional (non professional service)
iv.
Dilihat dari tujuan organisasi, antara lain:
1) pelayanan
komersial (commercial or profit service)
2) pelayanan
nirlaba (non profit service)
v.
Dilihat dari pengaturannya, antara lain:
1) pelayanan
yang diatur (regulated service)
2) pelayanan
yang tidak diatur (nonregulated service)
vi.
Dilihat dari tingkat intensitas karyawan, antara
lain:
1) pelayanan
yang berbasis pada alat (equipment based
service)
2) pelayanan
yang berbasis pada orang (people based
service)
vii.
Dilihat dari tingkat kontak penyedia jasa dan
pelanggan, antara lain:
1) pelayanan
dengan kontak tinggi (high contact
service)
2) Pelayanan
dengan kontak rendah (low contact service)
Berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 6 Tahun 1995
tentang Pedoman Penganugerahan Piala Abdisatyabhakti Bagi Unit Kerja/Kantor
Pelayanan Percontohan, diatur mengenai kriteria pelayanan masyarakat yang baik
yaitu:
a.
Kesederhanaan
Kriteria ini mengandung arti bahwa prosedur atau tata cara pelayanan
diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tetap, tidak berbelit-belit, mudah
dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan.
b.
Kejelasan dan kepastian
Kriteria ini mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai:
1) Prosedur
atau tata cara pelayanan
2) Persyaratan
pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administratif.
3) Unit
kerja dan atau pejabat yang berwarna dan bertanggungjawab dalam pemberian
pelayanan.
4) Besarnya
rincian biaya atau tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya.
5) Jangka
waktu penyelesaian pelayanan.
c.
Keamanan
Mengandung arti bahwa proses serta hasil pelayanan dapat memberi rasa
aman, kenyamanan dan dapat pula memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.
d. Keterbukaan
Mengandung
arti bahwa prosedur, tata cara, persyaratan, unit kerja dan pejabat
penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian biaya dan hal-hal
yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar
mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta
oleh masyarakat (melakukan sosialisasi).
e.
Efisien
Mengandung arti bahwa persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal
yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan yang tetap
memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang
diberikan. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan dalam hal proses
pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan dari
unit kerja instansi pemerintah lain yang terkait.
f.
Ekonomis
Mengandung arti bahwa besarnya tarif yang dikenakan biaya pelayanan
harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan nilai barang atau jasa
pelayanan masyarakat dan tidak menuntut biaya yang terlalu tinggi di luar kewajaran,
kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar dan mengacu kepada ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
g. Keadilan
yang merata
Kriteria
ini mengandung arti bahwa cakupan atau jangkauan pelayanan harus diusahakan
seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil bagi
seluruh lapisan masyarakat. Dengan perkataan lain semua masyarakat mendapat
perlakuan yang sama, memiliki kewajiban dan hak yang sama dalam pelayanan
tersebut.
h.
Ketepatan waktu
Mengandung arti bahwa pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat
diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
2.2.2 Prinsip-Prinsip
Pelayanan Publik
Didalam
Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003 disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan
harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut:
a.
Kesederhaan
Prosedur
pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.
b.
Kejelasan
Kejelasan
ini mencakup kejelasan dalam hal:
i.
Persyaratan teknis dan administratif
pelayanan publik;
ii.
Unit kerja/pejabat yang berwenang dan
bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengekta/dalam
pelaksanaan pelayanan publik;
iii.
Rincian biaya pelayanan publik dan tata
cara pembayaran.
c.
Kepastian Waktu
Pelaksanaan
pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang ditentukan.
d.
Akurasi
Produk
pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah.
e.
Keamanan
Proses
dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.
f.
Tanggung jawab
Pimpinan
penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas
penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan
pelayanan publik.
g.
Kelengkapan sarana dan prasarana
Tersedianya
sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai
termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika
(telematika).
h.
Kemudahan Akses
Tempat
dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh
masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
i.
Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan
Pemberi
pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan
pelayanan dengan iklas.
j.
Kenyamanan
Lingkungan
pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih,
rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas
pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah, dan lain-lain.
Sedangkan
menurut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan
Mutu Pelayanan, dinyatakan bahwa hakekat pelayanan umum adalah:
1)
Meningkatkan mutu produktivitas palaksanaan tugas
dan fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan umum.
2)
Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata
laksana pelayanan, sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secaraberdaya
guna dan berhasil guna.
3)
Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran
serta masyarakat dalam pembangunan serta dengan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat luas.
Oleh
karena itu, dalam pelayanan publik harus mengandung unsur-unsur dasar sebagai
berikut:
1)
Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun pelayanan
umum harus jelas dan diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak.
2)
Pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus
disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar
berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap berpegang
teguhpada efisiensi dan efektivitas.
3)
Kualitas, proses dan hasil pelayanan umum harus
diupayakan agar dapat memberi keamanan, kenyamanan, kepastian hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
4)
Apabila pelayanan umum yang diselenggarakan oleh
pemerintah terpaksa harus mahal, maka instansi pemerintah yang bersangkutan
berkewajiban memberi peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya.
Selain
itu, Zeithaml, Valarie A., (et.al), 1990, mengatakan bahwa ada 4 (empat) jurang
pemisah yang menjadi kendala dalam pelayanan publik, yaitu sebagai berikut:
1)
Tidak tahu apa yang sebenarnya diharapkan oleh
masyarakat.
2)
Pemberian ukuran yang salah dalam pelayanan
masyarakat.
3)
Keliru penampilan diri dalam pelayanan publik itu
sendiri.
4)
Ketika membuat perjanjian terlalu berlebihan atau
pengobralan.
Beberapa
peneliti pernah melakukan penelitian bahwa ada 7 (tujuh) hal yang harus
dihindari oleh pemerintah dalam melakukan pelayanan publik, ketidaktahuan
pemerintah akan hal ini menyebabkan timbulnya jurang pemisah antara masyarakat
dengan pemerintahnya, yaitu:
1)
Apatis;
2)
Menolak berurusan;
3)
Bersikap dingin;
4)
Memandang rendah;
5)
Bekerja bagaikan robot;
6)
Terlalu ketat pada prosedur;
7)
Seringnya melempar urusan kepada pihak lain
Sementara
itu, peneliti lain pernah melakukan penelitian untuk mengetahui faktor buruknya
kualitas pelayanan publik pada birokrasi pemerintah, yang lebih banyak
disebabkan oleh:
1)
Gaji rendah;
2)
Sikap mental aparat pemerintah;
3)
Kondisi ekonomi buruk pada umumnya
Pada
hakekatnya, kualitas pelayanan publik dapat diketahui dengan cara membandingkan
persepsi para pelanggan (masyarakat) atas pelayanan yang sesungguhnya mereka
inginkan. Apabila pelayanan dalam prakteknya yang diterima oleh masyarakat sama
dengan harapan atau keinginan mereka, maka pelanggan tersebut dikatakan sudah
memuaskan.
Pemberian
pelayanan publik oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat sebenarnya
merupakan implikasi dari fungsi aparat negara sebagai pelayanan masyarakat.
Oleh karena itu, kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan umum (public services) sangat strategis karena
akan sangat menentukan sejauhmana pemerintah mampu memberikan pelayanan yang
sebaik-baiknya bagi masyarakat, yang dengan demikian akan menentukan sejauhmana
negara telah menjalankan perannya dengan baik sesuai dengan tujuan pendiriannya.
Dipandang
dari sudut ekonomi, pelayanan merupakan salah satu alat pemuas kebutuhan
manusia sebagaimana halnya dengan barang. Namun pelayanan memiliki
karakteristik tersendiri yang berbeda dari barang. Salah satu yang
membedakannya dengan barang, sebagaimana dikemukakan oleh Gasperz (1994),
adalah output-nya yang tidak berbentuk
(intangible output), tidak standar,
serta tidak dapat disimpan dalam Inventori melainkan langsung dapat dikonsumsi
pada saat produksi.
Karakteristik
pelayanan sebagaimana yang dikemukakan Gasperz tadi secara jelas membedakan
pelayanan dengan barang, meskipun sebenarnya keduanya merupakan alat pemuas
kebutuhan. Sebagai suatu produk yang intangible,
pelayanan memiliki dimensi yang berbeda dengan barang yang bersifat tangible. Produk akhir pelayanan tidak
memiliki karakteristik fisik sebagaimana yang dimiliki oleh barang. Produk
akhir pelayanan sangat tergantung dari proses interaksi yang terjadi antara
layanan dengan konsumen.
Dalam
konteks pelayanan publik, dikemukakan bahwa pelayanan umum adalah mendahulukan kepentingan
umum, mempermudah urusan publik, mempersingkat waktu pelaksanaan urusan publik
dan memberikan kepuasan kepada publik atau umum. Senada dengan itu, Moenir
(1992) mengemukakan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem,
prosedur dan metode tertentu dalam usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai
dengan haknya.
Dalam
buku Delivering Quality Services
karangan Zeithaml, Valarie A. et.al (1990), yang membahas tentang bagaimana
tanggapan dan harapan masyarakat pelanggan terhadap pelayanan yang mereka
terima, baik berupa barang maupun jasa. Dalam hal ini memang yang menjadi
tujuan pelayanan publik pada umumnya adalah bagaimana mempersiapkan pelayanan
publik tersebut yang dikehendaki atau dibutuhkanoleh publik, dan bagaimana
menyatakan dengan tepat kepada publik mengenai pilihannya dan cara mengaksesnya
yang direncanakan dan disediakan oleh pemerintah. Kemudian, untuk tujuan tersebut
diperinci sebagai berikut:
1)
Menentukan pelayanan publik yang disediakan, apa
saja macamnya.
2)
Memperlakukan pengguna pelayanan, sebagai customers.
3)
Berusaha memuaskan pengguna pelayanan, sesuai
dengan yang diinginkan mereka.
4)
Mencari cara penyampaian pelayanan yang paling baik
dan berkualitas.
5)
Menyediakan cara-cara, bila pengguna pelayanan
tidak ada pilihan lain.
Berangkat
dari persoalan mempertanyakan kepuasan masyarakat terhadap apa yang diberikan
oleh pelayan publik dalam hal ini yaitu pemerintah itu sendiri dengan apa yang
mereka inginkan, maksudnya yaitu sejauhmana publik berharap apa yang akhirnya
diterima mereka. Dengan demikian, dilakukan penilaian tentang sama tidaknya
antara harapan dengan kenyataan, apabila tidak sama maka pemerintah diharapkan
dapat mengoreksi keadaan agar lebih teliti untuk peningkatan kualitas pelayanan
publik. Selanjutnya dipertanyakan apakah terhadap kehendak masyarakat, seperti
ketentuan biaya yang tepat, waktu yang diperhitungkan dan mutu yang dituntut
masyarakat telah dapat terpenuhi. Andaikata tidak terpenuhi, pemerintah
diharapkan mengkoreksi keadaan, sedangkan apabila terpenuhi dilanjutkan pada
pertanyaan berikutnya, tentang berbagai informasi yang diterima masyarakat
berkenaan dengan situasi dan kondisi, serta aturan yang melengkapinya.
2.2.3 Kinerja
Pelayanan Publik
Pelayanan publik yang profesional,
artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan
responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah). Dengan ciri sebagai
berikut:
1)
Efektif yaitu lebih mengutamakan pada pencapaian
apa yang menjadi tujuan dan sasaran.
2)
Sederhana yaitu mengandung arti prosedur/tata cara
pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit,
mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan.
3)
Kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung
akan arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai:
i.
Prosedur/tata cara pelayanan
a. Persyaratan
pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administratif.
b. Unit
kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan
pelayanan.
ii.
Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara
pembayarannya
iii.
Jadwal waktu penyelesaian pelayanan
4)
Keterbukaan yaitu mengandung arti prosedur/tata
cara persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan,
waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan
dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui
dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.
5)
Efisiensi mengandung arti:
a.
Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal
berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap
memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang
berkaitan.
b.
Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan,
dalam hal proses pelyanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya
kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait.
6)
Ketepatan Waktu, kriteria ini mengandung arti
pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang
telah ditentukan.
7)
Responsif yaitu lebih mengarah pada daya tanggap
dan cepat menanggapi apa yang menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi
masyarakat yang dilayani.
8)
Adaptif yaitu cepat menyesuaikan terhadap apa yang
menjadi tuntutan, keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang
senantiasa mengalami tumbuh kembang.
Selain
itu, dalam kondisi masyarakat yang semakin kritis di atas, birokrasi publik
dituntut harus dapat mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan
pelayanan publik. Dari yang suka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka
melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka
menolong menuju ke arah yang fleksibel kolaboratis dan dialogis dan dari
cara-cara yang sloganis menuju cara-cara kerja yang realistik pragmatis (Thoha
dalam Widodo, 2001). Dengan revitalisasi birokrasi publik (terutama aparatur
pemerintah daerah) ini, pelayanan publik akan lebih baik dan profesional dalam
menjalankan apa yang menjadi tugas dan kewenangan yang diberikan kepadanya dapat
terwujud.
Secara
teoritis sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah
tanpa memandang tingkatannya, yaitu fungsi pelayan masyarakat (public service function), fungsi
pembangunan (development function)
dan fungsi perlindungan (protection
function). Hal yang terpenting kemudian adalah sejauhmana pemerintah dapat
mengelola fungsi-fungsi tersebut agar dapat menghasilkan barang dan jasa (pelayanan)
yang ekonomis, efektif, efisien dan akuntabel kepada seluruh masyarakat yang
membutuhkannya. Selain itu, pemerintah dituntut untuk menerapkan prinsip equity dalam menjalankan fungsi-fungsi
tadi. Artinya, pelayanan pemerintah tidak boleh diberikan secara diskriminatif.
Pelayanan diberikan tanpa memandang status, pangkat, golongan dari masyarakat
dan semua warga masyarakat mempunyai hak yang sama atas pelayanan-pelayanan
tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Meskipun
pemerintah mempunyai fungsi-fungsi sebagaimana di atas, namun tidak berarti
bahwa pemerintah harus berperan sebagai monopolist
dalam pelaksanaan seluruh fungsi-fungsi tadi. Beberapa bagian dari fungsi tadi
bisa menjadi bidang tugas yang pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada pihak
swasta ataupun dengan menggunakan pola kemitraan (partnership), antara pemerintah dengan swasta untuk mengadakannya.
Pola kerjasama antara pemerintah dengan swasta dalam memberikan berbagai
pelayanan kepada masyarakat tersebut sejalan dengan gagasan reinventing government yang dikembangkan
Osborne dan Gaebler (1992).
Namun
dalam kaitannya dengan sifat barang privat dan barang publik murni, maka
pemerintah adalah satu-satunya pihak yang berkewajiban menyediakan barang
publik murni, khususnya barang publik yang bernama aturan (kebijakan publik).
Barang publik murni yang berupa aturan tersebut tidak pernah dan tidak boleh
diserahkan penyediaannya kepada swasta. Karena bila hal itu dilakukan maka di
dalam aturan tersebut akan melekat kepentingan-kepentingan swasta yang membuat
aturan, sehingga aturan menjadi penuh dengan vested interest dan menjadi tidak adil (unfair rule). Oleh karena itu, peran pemerintah yang akan tetap
melekat di sepanjang keberadaannya adalah sebagai penyedia barang publik murni
yang bernama aturan.
2.2.4 Pola
Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Dalam
kaitannya dengan pola pelayanan, Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 63 Tahun 2003 menyatakan adanya 4 (empat) pola pelayanan, yaitu:
a.
Fungsional
Pola
pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara pelayanan, sesuai dengan tugas,
fungsi dan kewenagannya.
b.
Terpusat
Pola
pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan
berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara pelayanan terkait lainnya
yang bersangkutan.
c.
Terpadu
Pola
penyelenggaraan pelayanan publik terpadu dibedakan menjadi dua, yaitu :
1)
Terpadu satu atap
Pola
pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi
berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani
melalui beberapa pintu. Terhadap jenis pelayanan yang sudah dekat dengan masyarakat
tidak perlu disatuatapkan.
2)
Terpadu satu pintu
Pola
pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi
berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui
satu pintu.
d.
Gugus Tugas
Petugas
pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk gugus tugas ditempatkan
pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan tertentu. Selain
pola pelayanan, instansi yang melakukan pelayanan publik dapat mengembangkan
pola penyelenggaraan pelayanannya dalam rangka menemukan dan menciptakan
inovasi peningkatan pelayanan publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar