Rabu, 22 Oktober 2014

Pelayanan Publik

Tinjauan Pustaka

2.1              Pelayanan Publik
2.2.1      Pengertian Pelayanan Publik
            Pelayanan publik dapat diartikan sebagai kegiatan pelayanan yang dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan atas pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang terkait dengan kepentingan publik. Pelayanan publik merupakan tanggung jawab pemerintah baik pusat maupun daerah, permasalahan umum pelayanan publik antara lain terkait dengan penerapan prinsip-prinsip good governance yang masih lemah seperti masih terbatasnya partisipasi masyarakat, transparansi dan akuntabilitas baik dalam proses perencanaan, pelakasanaan atau penyelenggaraan pelayanan maupun evaluasi. Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada hakekatnya adalah untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998). Karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan profesional.
            Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik tadi adalah merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara) dari suatu negara kesejahteraan (welfare state). Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
            Sementara itu, kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, merupakan indikasi dari empowering yang dialami oleh masyarakat (Thoha dalam Widodo, 2001). Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya. Dalam kondisi masyarakat yang semakin kritis dalam berpikir, maka menjadi sebuah tantangan bagi birokrasi publik untuk dapat memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri (Effendi dalam Widodo, 2001). Arah pembangunan kualitas manusia tadi adalah memberdayakan kapasitas manusia dalam arti menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan krativitasnya untuk mengatur dan menentukan masa depannya sendiri.

2.2.2        Jenis-Jenis Pelayanan Publik
            Pengelompokan jenis pelayanan umum pada dasarnya dilakukan dengan melihat jenis jasa yang dihasilkan oleh suatu institusi. Jasa itu sendiri menurut Kolter adalah setiap tindakan ataupun perbuatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat tidak berwujud fisik (intangible) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Produksi jasa dapat berhubungan dengan produk fisik maupun tidak.
Berdasarkan definisi jasa sebagaimana dikemukakan di atas, Tjiptono menyimpulkan pendapat berbagai ahli mengenai jenis-jenis jasa sebagai berikut:
                    i.            Dilihat dari pangsa pasarnya, antara lain:
1)      jasa kepada konsumen akhir
2)       jasa kepada konsumen organisasional
                  ii.            Dilihat dari tingkat keberwujudannya (tangiblility), antara lain:
1)      jasa barang sewaan (rented goods service)
2)       jasa barang milik konsumen (owned goods service)
3)      jasa untuk bukan barang (non goods service)
                iii.            Dilihat dari keterampilan penyedia jasa, antara lain:
1)      pelayanan profesional (professional service)
2)      pelayanan non profesional (non professional service)
                iv.            Dilihat dari tujuan organisasi, antara lain:
1)      pelayanan komersial (commercial or profit service)
2)      pelayanan nirlaba (non profit service)
                  v.            Dilihat dari pengaturannya, antara lain:
1)      pelayanan yang diatur (regulated service)
2)      pelayanan yang tidak diatur (nonregulated service)
                vi.            Dilihat dari tingkat intensitas karyawan, antara lain:
1)      pelayanan yang berbasis pada alat (equipment based service)
2)      pelayanan yang berbasis pada orang (people based service)
              vii.            Dilihat dari tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan, antara lain:
1)      pelayanan dengan kontak tinggi (high contact service)
2)      Pelayanan dengan kontak rendah (low contact service)
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 6 Tahun 1995 tentang Pedoman Penganugerahan Piala Abdisatyabhakti Bagi Unit Kerja/Kantor Pelayanan Percontohan, diatur mengenai kriteria pelayanan masyarakat yang baik yaitu:
a.       Kesederhanaan
Kriteria ini mengandung arti bahwa prosedur atau tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tetap, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan.
b.      Kejelasan dan kepastian
Kriteria ini mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai: 
1)      Prosedur atau tata cara pelayanan
2)      Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administratif.
3)      Unit kerja dan atau pejabat yang berwarna dan bertanggungjawab dalam pemberian pelayanan.
4)      Besarnya rincian biaya atau tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya.
5)      Jangka waktu penyelesaian pelayanan.
c.       Keamanan
Mengandung arti bahwa proses serta hasil pelayanan dapat memberi rasa aman, kenyamanan dan dapat pula memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.
d.      Keterbukaan
Mengandung arti bahwa prosedur, tata cara, persyaratan, unit kerja dan pejabat penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian biaya dan hal-hal yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta oleh masyarakat (melakukan sosialisasi).
e.       Efisien
Mengandung arti bahwa persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan yang tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang diberikan. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan dalam hal proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan dari unit kerja instansi pemerintah lain yang terkait.
f.       Ekonomis
Mengandung arti bahwa besarnya tarif yang dikenakan biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan nilai barang atau jasa pelayanan masyarakat dan tidak menuntut biaya yang terlalu tinggi di luar kewajaran, kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar dan mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
g.      Keadilan yang merata
Kriteria ini mengandung arti bahwa cakupan atau jangkauan pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat. Dengan perkataan lain semua masyarakat mendapat perlakuan yang sama, memiliki kewajiban dan hak yang sama dalam pelayanan tersebut.
h.      Ketepatan waktu
    Mengandung arti bahwa pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

2.2.2        Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik
Didalam Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003 disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut:
a.       Kesederhaan
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.
b.      Kejelasan
Kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal:
                                      i.          Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik;
                                    ii.          Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengekta/dalam pelaksanaan pelayanan publik;
                                  iii.          Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.
c.       Kepastian Waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang ditentukan.
d.      Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah.
e.       Keamanan
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.
f.       Tanggung jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
g.      Kelengkapan sarana dan prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).
h.      Kemudahan Akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
i.        Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan iklas.
j.        Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah, dan lain-lain.
Sedangkan menurut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan, dinyatakan bahwa hakekat pelayanan umum adalah:
1)      Meningkatkan mutu produktivitas palaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan umum.
2)      Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan, sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secaraberdaya guna dan berhasil guna.
3)      Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.
Oleh karena itu, dalam pelayanan publik harus mengandung unsur-unsur dasar sebagai berikut:
1)      Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun pelayanan umum harus jelas dan diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak.
2)      Pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap berpegang teguhpada efisiensi dan efektivitas.
3)      Kualitas, proses dan hasil pelayanan umum harus diupayakan agar dapat memberi keamanan, kenyamanan, kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
4)      Apabila pelayanan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah terpaksa harus mahal, maka instansi pemerintah yang bersangkutan berkewajiban memberi peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya.
Selain itu, Zeithaml, Valarie A., (et.al), 1990, mengatakan bahwa ada 4 (empat) jurang pemisah yang menjadi kendala dalam pelayanan publik, yaitu sebagai berikut:
1)      Tidak tahu apa yang sebenarnya diharapkan oleh masyarakat.
2)      Pemberian ukuran yang salah dalam pelayanan masyarakat.
3)      Keliru penampilan diri dalam pelayanan publik itu sendiri.
4)      Ketika membuat perjanjian terlalu berlebihan atau pengobralan.
Beberapa peneliti pernah melakukan penelitian bahwa ada 7 (tujuh) hal yang harus dihindari oleh pemerintah dalam melakukan pelayanan publik, ketidaktahuan pemerintah akan hal ini menyebabkan timbulnya jurang pemisah antara masyarakat dengan pemerintahnya, yaitu:
1)      Apatis;
2)      Menolak berurusan;
3)      Bersikap dingin;
4)      Memandang rendah;
5)      Bekerja bagaikan robot;
6)      Terlalu ketat pada prosedur;
7)      Seringnya melempar urusan kepada pihak lain
Sementara itu, peneliti lain pernah melakukan penelitian untuk mengetahui faktor buruknya kualitas pelayanan publik pada birokrasi pemerintah, yang lebih banyak disebabkan oleh:
1)      Gaji rendah;
2)      Sikap mental aparat pemerintah;
3)      Kondisi ekonomi buruk pada umumnya
            Pada hakekatnya, kualitas pelayanan publik dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para pelanggan (masyarakat) atas pelayanan yang sesungguhnya mereka inginkan. Apabila pelayanan dalam prakteknya yang diterima oleh masyarakat sama dengan harapan atau keinginan mereka, maka pelanggan tersebut dikatakan sudah memuaskan.
Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat sebenarnya merupakan implikasi dari fungsi aparat negara sebagai pelayanan masyarakat. Oleh karena itu, kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan umum (public services) sangat strategis karena akan sangat menentukan sejauhmana pemerintah mampu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi masyarakat, yang dengan demikian akan menentukan sejauhmana negara telah menjalankan perannya dengan baik sesuai dengan tujuan pendiriannya.
Dipandang dari sudut ekonomi, pelayanan merupakan salah satu alat pemuas kebutuhan manusia sebagaimana halnya dengan barang. Namun pelayanan memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dari barang. Salah satu yang membedakannya dengan barang, sebagaimana dikemukakan oleh Gasperz (1994), adalah output-nya yang tidak berbentuk (intangible output), tidak standar, serta tidak dapat disimpan dalam Inventori melainkan langsung dapat dikonsumsi pada saat produksi.
Karakteristik pelayanan sebagaimana yang dikemukakan Gasperz tadi secara jelas membedakan pelayanan dengan barang, meskipun sebenarnya keduanya merupakan alat pemuas kebutuhan. Sebagai suatu produk yang intangible, pelayanan memiliki dimensi yang berbeda dengan barang yang bersifat tangible. Produk akhir pelayanan tidak memiliki karakteristik fisik sebagaimana yang dimiliki oleh barang. Produk akhir pelayanan sangat tergantung dari proses interaksi yang terjadi antara layanan dengan konsumen.
Dalam konteks pelayanan publik, dikemukakan bahwa pelayanan umum adalah mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik, mempersingkat waktu pelaksanaan urusan publik dan memberikan kepuasan kepada publik atau umum. Senada dengan itu, Moenir (1992) mengemukakan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya.
Dalam buku Delivering Quality Services karangan Zeithaml, Valarie A. et.al (1990), yang membahas tentang bagaimana tanggapan dan harapan masyarakat pelanggan terhadap pelayanan yang mereka terima, baik berupa barang maupun jasa. Dalam hal ini memang yang menjadi tujuan pelayanan publik pada umumnya adalah bagaimana mempersiapkan pelayanan publik tersebut yang dikehendaki atau dibutuhkanoleh publik, dan bagaimana menyatakan dengan tepat kepada publik mengenai pilihannya dan cara mengaksesnya yang direncanakan dan disediakan oleh pemerintah. Kemudian, untuk tujuan tersebut diperinci sebagai berikut:
1)      Menentukan pelayanan publik yang disediakan, apa saja macamnya.
2)      Memperlakukan pengguna pelayanan, sebagai customers.
3)      Berusaha memuaskan pengguna pelayanan, sesuai dengan yang diinginkan mereka.
4)      Mencari cara penyampaian pelayanan yang paling baik dan berkualitas.
5)      Menyediakan cara-cara, bila pengguna pelayanan tidak ada pilihan lain.

Berangkat dari persoalan mempertanyakan kepuasan masyarakat terhadap apa yang diberikan oleh pelayan publik dalam hal ini yaitu pemerintah itu sendiri dengan apa yang mereka inginkan, maksudnya yaitu sejauhmana publik berharap apa yang akhirnya diterima mereka. Dengan demikian, dilakukan penilaian tentang sama tidaknya antara harapan dengan kenyataan, apabila tidak sama maka pemerintah diharapkan dapat mengoreksi keadaan agar lebih teliti untuk peningkatan kualitas pelayanan publik. Selanjutnya dipertanyakan apakah terhadap kehendak masyarakat, seperti ketentuan biaya yang tepat, waktu yang diperhitungkan dan mutu yang dituntut masyarakat telah dapat terpenuhi. Andaikata tidak terpenuhi, pemerintah diharapkan mengkoreksi keadaan, sedangkan apabila terpenuhi dilanjutkan pada pertanyaan berikutnya, tentang berbagai informasi yang diterima masyarakat berkenaan dengan situasi dan kondisi, serta aturan yang melengkapinya.

2.2.3        Kinerja Pelayanan Publik
            Pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah). Dengan ciri sebagai berikut:
1)      Efektif yaitu lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran.
2)      Sederhana yaitu mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan.
3)      Kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung akan arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai:
                                    i.            Prosedur/tata cara pelayanan
a.       Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administratif.
b.      Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan.
                                     ii.          Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya
                                   iii.          Jadwal waktu penyelesaian pelayanan
4)      Keterbukaan yaitu mengandung arti prosedur/tata cara persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.
5)      Efisiensi mengandung arti:
a.       Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan.
b.      Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses pelyanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait.
6)      Ketepatan Waktu, kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
7)      Responsif yaitu lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dilayani.
8)      Adaptif yaitu cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan, keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami tumbuh kembang.
Selain itu, dalam kondisi masyarakat yang semakin kritis di atas, birokrasi publik dituntut harus dapat mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan pelayanan publik. Dari yang suka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka menolong menuju ke arah yang fleksibel kolaboratis dan dialogis dan dari cara-cara yang sloganis menuju cara-cara kerja yang realistik pragmatis (Thoha dalam Widodo, 2001). Dengan revitalisasi birokrasi publik (terutama aparatur pemerintah daerah) ini, pelayanan publik akan lebih baik dan profesional dalam menjalankan apa yang menjadi tugas dan kewenangan yang diberikan kepadanya dapat terwujud.
Secara teoritis sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah tanpa memandang tingkatannya, yaitu fungsi pelayan masyarakat (public service function), fungsi pembangunan (development function) dan fungsi perlindungan (protection function). Hal yang terpenting kemudian adalah sejauhmana pemerintah dapat mengelola fungsi-fungsi tersebut agar dapat menghasilkan barang dan jasa (pelayanan) yang ekonomis, efektif, efisien dan akuntabel kepada seluruh masyarakat yang membutuhkannya. Selain itu, pemerintah dituntut untuk menerapkan prinsip equity dalam menjalankan fungsi-fungsi tadi. Artinya, pelayanan pemerintah tidak boleh diberikan secara diskriminatif. Pelayanan diberikan tanpa memandang status, pangkat, golongan dari masyarakat dan semua warga masyarakat mempunyai hak yang sama atas pelayanan-pelayanan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Meskipun pemerintah mempunyai fungsi-fungsi sebagaimana di atas, namun tidak berarti bahwa pemerintah harus berperan sebagai monopolist dalam pelaksanaan seluruh fungsi-fungsi tadi. Beberapa bagian dari fungsi tadi bisa menjadi bidang tugas yang pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada pihak swasta ataupun dengan menggunakan pola kemitraan (partnership), antara pemerintah dengan swasta untuk mengadakannya. Pola kerjasama antara pemerintah dengan swasta dalam memberikan berbagai pelayanan kepada masyarakat tersebut sejalan dengan gagasan reinventing government yang dikembangkan Osborne dan Gaebler (1992).
Namun dalam kaitannya dengan sifat barang privat dan barang publik murni, maka pemerintah adalah satu-satunya pihak yang berkewajiban menyediakan barang publik murni, khususnya barang publik yang bernama aturan (kebijakan publik). Barang publik murni yang berupa aturan tersebut tidak pernah dan tidak boleh diserahkan penyediaannya kepada swasta. Karena bila hal itu dilakukan maka di dalam aturan tersebut akan melekat kepentingan-kepentingan swasta yang membuat aturan, sehingga aturan menjadi penuh dengan vested interest dan menjadi tidak adil (unfair rule). Oleh karena itu, peran pemerintah yang akan tetap melekat di sepanjang keberadaannya adalah sebagai penyedia barang publik murni yang bernama aturan.

2.2.4        Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Dalam kaitannya dengan pola pelayanan, Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 menyatakan adanya 4 (empat) pola pelayanan, yaitu:
a.       Fungsional
Pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara pelayanan, sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenagannya.
b.      Terpusat
Pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan.
c.       Terpadu
Pola penyelenggaraan pelayanan publik terpadu dibedakan menjadi dua, yaitu :
1)      Terpadu satu atap
Pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu. Terhadap jenis pelayanan yang sudah dekat dengan masyarakat tidak perlu disatuatapkan. 
2)      Terpadu satu pintu
Pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu.
d.      Gugus Tugas
Petugas pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk gugus tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan tertentu. Selain pola pelayanan, instansi yang melakukan pelayanan publik dapat mengembangkan pola penyelenggaraan pelayanannya dalam rangka menemukan dan menciptakan inovasi peningkatan pelayanan publik. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Posts